JAKARTA, MM - Dua tokoh pers dan mantan Ketua Dewan Pers Prof Dr Bagir Manan, SH, MCL dan Yosep Adi Prasetyo bersama sejumlah ketua umum konstituen Dewan Pers siap memberikan kesaksian dalam sidang Permohonan Pengujian Judicial Review UU Pers No. 40 Tahun 1999 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI).
Kesiapan Bagir Manan dan pimpinan konstituen Dewan Pers (DP) itu mengemuka dalam rapat bersama anggota DP dan organisasi pers konstituen DP, serta tokoh pers berlangsung di Hotel Mercure, BSD City, Tangerang Selatan, Sabtu, 16 Oktober 2021 secara hybrid, online dan offline.
“Kami siap hadir di persidangan MK memberikan kesaksian untuk Dewan Pers,” kata Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Atal S. Depari yang hadir dalam rapat tersebut.
Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus juga menyatakan siap menjadi saksi dalam persidangan untuk menjelaskan posisi kekuatan hukum dan manfaat DP untuk masyarakat dan pers.
“Kalau diperlukan, kami siap hadir di MK RI,” kata Firdaus yang dihubungi per telepon oleh Sekretaris Jenderal SMSI M. Nasir dari ruang rapat tersebut.
Rapat dipimpin anggota Dewan Pers M. Agung Dharmajaya, dengan dihadiri Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun, dan beberapa anggotanya antara lain Asep Setiawan, Hassanein Rais, serta Juni Soehardjo Tenaga (Ahli Komisi Hukum Dewan Pers), Frans Lakaseru dan Dyah Aryani (keduanya Kuasa Hukum Dewan Pers), dan para pimpinan konstituen DP.
Prof. Bagir Manan dan Yosep Adi Prasetyo, dalam rapat memberikan banyak masukan dan latar belakang berbagai sisi seputar UU Pers nomor 40/1999. “Gugatan penggugat tidak memenuhi syarat. Ini harus dijelaskan secara rinci di persidangan,” kata Bagir.
Bagir sempat merasa terheran-heran ketika menelaah salah satu bagian materi gugatan yang menghendaki uji kompetensi wartawan yang selama ini ditangani Dewan Pers, diminta dilaksanakan oleh pihak luar yang tidak berurusan dengan pers. “Ini aneh sekali,” katanya.
Dalam menanggapi paparan tertulis tim kuasa hukum DP, anggota DP Asep Setiawan menekankan pentingnya penegasan nomenklatur nama Dewan Pers yang disebut dalam undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999. “Nomenklaturnya Dewan Pers, bukan nama Dewan Pers Indonesia yang diusung oleh penggugat,” kata Dyah Aryani.
Harus Ditolak
Senin, 11 Oktober 2021, telah dilangsungkan Persidangan Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam perkara dengan Nomor 38/PUU-XIX/2021, perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU PERS 40/1999) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Adapun pasal-pasal dalam UU PERS 40/1999 yang diuji-materikan sebagai berikut:
⁃ Pasal 15 ayat (2) huruf f
Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: DP memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.
⁃ Pasal 15 ayat (3)
“Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
Permohonan Judicial Review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021.
Adapun permohonan para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU PERS 40/1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebagaimana press release Dewan Pers yang ditandatangani Ketua DP Mohammad Nuh disampaikan bahwa pada persidangan 11 Oktober 2021 tersebut, telah disampaikan dan dibacakan keterangan dari Pemeritah selaku salah satu termohon yang diwakili oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hadir juga Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers.
Terhadap Keterangan Pemerintah selaku salah satu termohon, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi, Usman Kansong, Dewan Pers menyampaikan penjelasan sebagai berikut : Pemerintah melalui Keterangan resminya pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU PERS 40/1999 hingga saat ini, yang telah melaksanakan fungsi-fungsinya sebagaimana diamanatkan Pasal 15 UU PERS 40/1999.
Pemerintah dalam Keterangannya tegas menyampaikan bahwa para pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak- tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers.
Para Pemohon Judicial Review tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil para pemohon dalam Permohonan Judicial Review tidak jelas (obscuur libel).
Implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU PERS 40/1999, berkenaan dengan peraturan-peraturan yang disusun oleh organisasi-organisasi pers diterbitkan dalam bentuk peraturan Dewan Pers. Hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers, sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat.
Surat Ketua Dewan Pers yang ditujukan kepada pejabat institusi pemerintahan termasuk Menteri Kominfo dan para pimpinan perusahaan, yaitu Surat Nomor: 339/DP/K/IV/2021 perihal Penyampaian Legitimasi Dewan Pers terkait adanya Kegiatan Plagiarisme dan Penyemu (Imposter) yang dilakukan oleh pihak lain secara tidak sah terhadap Penamaan dan Fungsi Dewan Pers tertanggal 28 April 2021 mengartikan nampak nyata adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers yang hanya 1 (satu) entitas ini oleh pihak-pihak tertentu yang juga menginginkan berperan seperti Dewan Pers.
Bahwa dalam Pasal 15 ayat (1) UU PERS 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur “Dewan Pers” dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers, sehingga apabila Para Pemohon mendalilkan “organisasinya” bernama “Dewan Pers Indonesia” maka itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.
Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia (“organisasi” atau “forum” dimana Para Pemohon menjadi anggotanya) tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku.
Dengan demikian Organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU PERS 40/1999.
Pasal 15 ayat (5) UU PERS 40/1999 yang merujuk Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999, perihal pelaksanaan pemilihan Anggota Dewan Pers oleh insan pers, sesunggguhnya normanya telah mencerminkan suatu tindakan yang demokratis pada masing-masing organisasi sesuai lingkup kewenangannya.
Dan Presiden bukanlah orang yang menentukan terpilih atau tidaknya seseorang menjadi Anggota Dewan Pers karena Anggota Dewan Pers telah dipilih oleh masing-masing organisasi yang menaungi setiap unsur dalam Pasal 15 ayat (3) UU PERS 40/1999.
Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan judicial review ini ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu (vide Putusan Nomor: 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007).
Dewan Pers menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh insan pers termasuk konstituen Dewan Pers dan seluruh elemen masyarakat lainnya yang telah bersama-sama mengawal kemerdekaan pers dengan memberikan perhatian terhadap perkara permohonan judicial review di Mahkamah Konstitusi ini.
Dewan Pers menegaskan, tetap dan selalu berkomitmen melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat UU PERS 40/1999 dalam rangka mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional serta bersama-sama konstituen Dewan Pers dan masyarakat sipil lainnya menjaga dan melawan adanya upaya mendelegitimasi Dewan Pers dan UU PERS 40/1999 dari pihak manapun.
Dewan Pers menegaskan bahwa berbagai peraturan-peraturan pers dibuat dan disusun oleh para konstituen yang difasilitasi oleh Dewan Pers, secara keseluruhan memberikan pedoman dan standar yang diikuti oleh organisasi pers baik organisasi wartawan maupun organisasai perusahaan pers.
Dewan Pers mengimbau masyarakat insan pers dan elemen masyarakat lainnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi dengan adanya upaya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk mediskreditkan Dewan Pers melalui segala cara dan segala saluran informasi apapun. Karena itu diharapkan selalu menguji dan memverifikasi informasi tersebut kepada Dewan Pers dan perwakilan Konstituen Dewan Pers.
(*) MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar